Entah mengapa sesudahnya saya menghadapi orang-orang membuat saya jengkel, mudah marah, dan berprasangka buruk—yang dalam pandangan saya mereka bersikap seperti itu, saya selalu teringat kembali pada Filosofi Teras. Muncul begitu saja dalam benak dan pikiran saya. Seperti mengingatkan kembali bahwa saya tidak boleh jengkel, mudah marah, dan berprasangka buruk terhadap orang-orang seperti itu. Karena sikap mereka terhadap kita adalah bukan dibawah kendali kita, sedangkan sikap kita terhadap mereka jelas dibawah kendali kita. Mau semenjengkelkan apa pun sikap mereka terhadap kita—yang diri kita anggap demikian, tetap saja balasan untuk mereka dari sikap kita adalah dibawah kendali kita. Kita bisa saja berbuat sama menjengkelkannya seperti sikap mereka terhadap kita, tapi buat apa? Bukankah ada pilihan lain? Jika kita bisa berbuat baik sebagai balasan bahwa mereka berbuat tidak menyenangkan kepada kita, kenapa enggak? Kenapa kita justru ingin membalas sikap mereka dengan hal yang sama?
Jadi, saya sampai sekarang masih bertanya kepada diri saya sendiri. Apakah Filosofi Teras yang kamu pelajari dari buku yang kamu baca tidak berguna sama sekali? Setelah semua itu, saya baru ingat, inilah gunanya saya mempelajari Filosofi Teras.
Biarkan mereka yang bersikap tidak baik kepada kita menjadi kendali atas diri mereka sendiri, itu bukan hak kita dan jelas bukan kendali kita untuk mengatur sikap mereka agar selalu baik kepada kita. Tapi kita jelas selalu bisa mengatur kendali atas diri kita sendiri agar selalu bisa bersikap baik kepada semua orang tanpa harus jengkel, mudah marah, dan berprasangka buruk jika seandainya mereka bersikap tidak baik kepada kita.
Saya tidak tahu saya dapat pencerahan pagi ini, saya sangat senang apabila saya disadarkan justru oleh orang-orang yang seperti itu. Dengan begitu saya, bahkan Anda, dan kita semua bisa bersyukur bahwa kita masih bisa mengontrol diri kita sendiri atas sikap orang lain terhadap kita.
Komentar
Posting Komentar