Langsung ke konten utama

Tidak Semudah Itu, Ferguso

Maafkan saya yang tidak suka berbasa–basi

Untukmu yang suka memotong pembicaraan orang lain dan tidak pernah bersedia mendengarkan
Untukmu—laki-laki—yang berani sekali berkata buruk dan kasar kepada wanita
Untukmu yang sering tidak menghargai orang lain—dari segi apapun

Untukmu, untukmu semua yang membaca ini

Poin pertama,
Tahukah kamu kalau perbuatan memotong pembicaraan orang lain adalah tidak sopan? Dan kamu melakukannya, berulang kali. Di sisi lain, kamu juga tidak mau bergantian mendengarkan apa yang temanmu bicarakan atau ceritakan. Kamu hanya ingin orang lain yang mendengarkanmu dan bukan sebaliknya. Lalu, apakah fungsi dari kedua telingamu?

Poin kedua,
Tahukah kamu sebenarnya kamu adalah pengecut? Pecundang? Dan tak lebih dari seseorang yang merasa bahwa dirinya paling benar dan tidak pernah mau disalahkan. Mungkin kamu sudah lupa saat kamu menggunakan kata–kata kotor dan buruk untuk memaki saya melalui salah satu aplikasi komunikasi berbasis daring, tapi saya tidak. Meski pesan tersebut sudah saya hapus tepat setelah kamu memaki–maki saya, dan saya, sakit hati. Baper? Bukan. Melebihi itu. Kamu bilang itu cinta? Sayang? Boleh saya meludahi kata–katamu jika saja semua omong kosongmu itu berbentuk benda? Boleh saja! Itu hak saya.
Mungkin kamu bisa mengelak bahwa kamu tidak pernah melakukannya, tapi saya jelas sekali masih ingat, dan ingatan itu masih segar.
Mungkin kamu akan sangat atau bahkan tambah membenci saya karena hal ini saya ungkit kembali, tapi bodo amat! Kamu bisa menarik kata–katamu kembali, tapi tidak bagi saya untuk meredakan rasa sakit hati saya waktu itu. Masih membekas? Tentu. Kamu salah jika berpikiran itu sudah berlalu dan saya sudah melupakannya

Poin ketiga,
Mudah saja bagi semua orang untuk berkata bahwa mereka menghargai orang lain. Tapi apakah benar melakukannya juga mudah? Buktinya adalah kamu. Tokoh ketiga dari dalam cerita singkat yang kutulis ini. Maaf, mungkin bukan cerita tapi penjelasan. Penjelasan yang mungkin lebih banyak tidak kamu terima daripada kamu terima. Benar? Ya. Soal menghargai orang lain, semua orang yang pernah dan sedang mengenyam bangku pendidikan pasti diajarkan tentang hal itu sejak Sekolah Dasar, bahkan sejak Taman Kanak–Kanak. Tapi, saya ragu denganmu. Apakah benar kamu memahaminya dengan baik? Atau jangan–jangan kamu tidur, mungkin juga bermain saat guru sedang menjelaskan hal tersebut? Jika iya, maka dari itu saya tidak akan heran jika kamu memang tidak bisa menghargai orang lain, dari segi apapun

Sekian. Cukup panjang bukan? Tapi tidak masalah. Saya suka mengutarakan apa yang saya rasa tidak enak di kepala dan hati saya melalui tulisan. Mungkin akan lebih kasar daripada saya berbicara sendiri. Tapi tidak apa, bukan? Bukankah kamu juga akan jadi mengerti setelah ini? Atau mungkin tidak sama sekali?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mendengar

Di dunia fana ini, bukankah semua orang butuh didengar meskipun bumi hanya hidup sementara dan langit hanya menunggu waktu yang tepat untuk runtuh? Lalu, meski suara kita sudah didengar, mengapa kita tidak mau mendengar? Mengapa lebih suka memotong omongan orang lain atau bahkan pergi saat orang lain belum selesai bicara ketimbang mendengarkan hingga selesai? Apakah membosankan? Tidak menarik mendengar orang lain yang bicara tapi ingin orang lain tertarik saat kita yang bicara? Bukankah ingin dihargai? Lantas, mengapa tidak menghargai?   Banyak pertanyaan, ya? Haha, maaf ya, tapi mungkin dari pertanyaan-pertanyaan di atas, sudah bisa membuat kita semua sadar bahwa mungkin selama ini, kita lebih suka didengar daripada mendengar. Bicara soal mendengar dan didengar, kedua perbuatan itu tidak ada yang buruk, namun yang buruk adalah kita sebagai manusia yang tidak atau mungkin belum bisa memberikan porsi yang seimbang untuk keduanya. Porsi yang seimbang? Maksudnya?   Iya, j...

Hujan Renjana

Hujan Renjana Hari ini hujan turun. Membasuh jiwa-jiwa penuh luka. Menepikan rasa sakit hati. Memberikan ketenteraman yang tak pernah ada sebelumnya. Hari ini hujan turun. Menenangkan hati-hati yang gelisah. Menurunkan rindu yang terpaku di langit. Melayangkan pesan-pesan kebahagiaan. Hari ini hujan turun. Bukan hujan biasa, jika kau tahu. Hari ini hujan renjana. Dan renjana itu jatuh tepat pada dirimu. Yang akan membuatmu patah, :) Iya, hari ini juga hujan. Aku tahu kau yang mengirim pesan itu kepadaku beberapa tahun yang lalu melalui surat yang dikirim Pak Pos. Aku tahu itu dirimu. Bagaimana bisa? Bisa saja. Entah mengapa aku selalu suka saat kau berbicara melalui tulisan kepadaku. Dan aku lebih suka saat itu dalam bentuk surat dengan tulisan tanganmu sendiri. Karena sejak dulu aku berpikir bahwa kita mempunyai kesamaan dalam hal hobi dan sikap. Dengan hobi suka menulis dan sikap yang tidak terlalu suka banyak bicara, itu sangat kontras. Kau menyukai tul...

Pernah Nggak Sih Terlintas di Pikiran Kalian Buat Berhenti Nyontek?

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Guysss... Pernah nggak sih terlintas di pikiran kalian buat “ BERHENTI NYONTEK ”? Kalo aku sendiri, pernah... dan itu bener-bener aku lakuin! Let’s check it out! Waktu awal SMP, yaitu semester 1 kelas VII, aku dapet peringkat 2 di kelas. Nah, bayangin gimana senengnya aku dong. Karena selama masih di SD, aku juga selalu dapet peringkat atas, kalo nggak peringkat 1, ya 2. Dan dengan masa-masa awal di SMP aku bisa dapet peringkat 2, itu membuktikan kalo aku bisa beradaptasi cepet sama keadaan. Setelah itu, saat tiba waktunya buat Ujian Akhir Semester 2 yang mana menentukan buat naik kelas atau nggak, tiba-tiba aja aku kepikiran buat “BERHENTI NYONTEK”, padahal selama aku mulai mengenyam pendidikan di SD, dan sampe aku dapet peringkat 2 di semester 1 SMP kelas VII, aku nggak pernah luput dari ngelakuin satu kata itu, nyontek. Emang nggak parah sih, nggak kaya temen-temenku yang lain, misal sampe bawa kertas isinya materi yang udah di...